Misteri Bau Nenek
Oleh: Kalya Innovie
Nenek sudah meninggal tiga bulan yang lalu. Waktu itu Vini dan Dodi pergi ke Jogja bersama Ayah dan Ibu, untuk ikut menyaksikan Nenek dimakamkan. Sedih sekali ditinggal Nenek. Nenek orang yang senang bergurau dan baunya selalu harum.
Pagi ini, Tante Cica datang ke Malang. Tante Cica adalah adik Ibu yang paling kecil. Selama ini, Tante tinggal di Jogja mengurus rumah Nenek.
“Vini, Dodi, Tante kangen,” ucap Tante Cica memeluk Vini dan Dodi saat tiba di rumah. Ayah tadi yang menjemput Tante di stasiun. “Tante bawa bakpia banyak lho buat kalian. Yang rasa keju dan rasa cokelat.”
“Terima kasih, Tante. Dibawa ke sekolah, boleh? Untuk bekal, Bu?” tanya Vini dengan mata berbinar melihat kotak-kotak bakpia keju bertumpuk di meja makan.
“Boleh,” sahut Ibu, membantu Vini menata bakpia di kotak bekalnya. “Dodi mau juga?”
Dodi mengangguk, sambil mengunyah nasi goreng sarapannya. Saat Tante Cica tiba, Vini dan Dodi memang sedang bersiap-siap berangkat sekolah.
“Tante juga bawa salak pondoh, mau dibawa juga ke sekolah?” tanya Tante Cica, masih membongkar tas berisi oleh-oleh.
“Nggak usah, Te. Salaknya buat dimakan di rumah saja,” jawab Dodi.
Tak lama, setelah siap, dua adik kakak itu segera berpamitan. Mereka ke sekolah naik sepeda, karena jarak sekolah tidak terlalu jauh dari rumah. Jalanan pun tidak terlalu ramai.
“Kak Vini, ngerasa ada yang aneh, nggak, dengan Tante Cica?” tanya Dodi saat mereka sudah agak jauh dari rumah.
“Iya, Dod. Baunya, kan? Bau Tante, mirip bau Nenek.”
“Hiii, ngeri, ya, Kak.”
“Ssst, kalau menurut Kakak, Tante Cica pasti pakai parfumnya Nenek.”
“Ooh…iya, ya. Bisa juga. Dodi kira, Nenek ikut juga pergi ke Malang, cuma…nggak kelihatan…hiii,” Dodi mengayuh sepedanya cepat-cepat meninggalkan Vini.
“Huu, dasar Dodi. Terlalu banyak nonton film hantu. Hai, tunggu!” Vini buru-buru menyusul adiknya.
*
“Tante Cica nggak capai, dari perjalanan?” tanya Vini sepulang sekolah. Tante sedang membantu Ibu menyeterika.
Tante Cica tersenyum.
“Tante nggak capai, Vin. Justru Tante rasanya segar menghirup udara Malang yang sejuk. Kalian siap-siap ya, Tante mau jalan-jalan ditemani kalian lihat-lihat kota. Kita cari bakso yang enak.”
“Oke, Te.”
Vini berjalan masuk ke kamarnya hendak mengganti baju. Ia singgah dulu ke kamar adiknya.
“Dod, ada yang aneh lagi. Biasanya, Tante Cica kalau ke Malang, hari pertama selalu tidur seharian, kan? Alasannya capai dan masuk angin. Tapi sekarang kok, beda, ya? Malah semangat bantuin Ibu dan masih mau ngajak jalan-jalan juga!”
“Nggak papa, Kak. Malah bagus. Ibu nggak marah-marah gara-gara Kak Vini malas bantuin kerjaan rumah, dan kita juga senang dapat bakso gratis!”
“Yee, bukan itu, Dod. Maksud Kakak, mirip Nenek kan, tiap datang ke sini juga begitu. Nggak ada kata capai, langsung saja kerja, bikin kue atau bersihin kebun. Ya, nggak?”
“Wah, iya, Kak. Jangan-jangan gara-gara pakai parfum Nenek, Tante jadi kerasukan Nenek!”
“Hish, jangan keras-keras suaranya, Dodi. Nanti Ibu sedih kalau dengar kita ngomongin Nenek. Nggak mungkin, kan, Nenek jadi hantu. Nenek kan, orang baik.”
“Jadi bagaimana, masih mau ngebakso atau membahas Tante Cica, nih?”
“Bakso dulu, dong. Cepetan sana ganti baju!”
*
Dengan gembira, Vini dan Dodi pergi jalan-jalan menemani Tante Cica. Mereka naik angkot warna biru ke arah kota. Makan di sebuah kedai bakso yang paling terkenal di kota Malang. Sebuah kedai bakso yang lokasinya pas di samping rel kereta api. Dodi paling senang makan di sana. Biasanya setiap makan di sana, dua atau tiga kereta api melewati rel. Suaranya memang berisik, tapi rasanya seru, makan bakso sambil melihat kereta api lewat.
Setelah makan bakso, mereka pergi ke pusat perbelanjaan terbaru di kota Malang. Hanya putar-putar cuci mata. Setelah puas, baru mereka pulang ke rumah. Setelah mandi dan mengerjakan PR, Vini dan Dodi tertidur karena kelelahan.
Vini terbangun karena mencium bau wangi khas yang ia kenal baik. Wangi kenanga kesukaan Nenek. Tiba-tiba ia merasa merinding. Ia beranikan diri untuk mendekati asal bau wangi itu. Sepertinya dari arah dapur. Lampu ruang makan dan dapur sudah dimatikan, tapi Vini melihat ada seseorang berdiri di dekat meja dapur. Jantung Vini berdetak kencang saat bau itu semakin tajam. Lalu tampaklah sesosok tubuh dengan rambut digelung di atas kepala, memakai daster gombrong warna putih bunga-bunga. Vini tahu itu daster siapa.
“Ne…ne…nenek!” Vini terpekik, lalu jatuh lemas di lantai.
“Vini, ada apa?” sosok itu mendekat. Vini mendengar pintu kamar orang tuanya terbuka dan Ibunya keluar.
“Ada apa, Cica?”
Lampu dinyalakan. Vini dapat melihat dengan jelas bahwa sosok yang ia kira Nenek, adalah Tante Cica.
“Kamu kenapa, Nak?” tanya Ibu.
Tante Cica memberikan segelas air untuk diminum oleh Vini.
“Vini kira…tadi…Vini melihat Nenek,” ucap Vini menatap Tante Cica. Ibu melirik daster yang dipakai Tante.
“Oh…gara-gara Tante pakai baju ini, ya? Maaf ya, Vin. Pasti kamu takut sekali, ya?” ucap Tante Cica.
“Vini juga cium bau wangi kenanga tajam banget, seperti bau Nenek, Te. Benar, Bu!”
Ibu tersenyum. Tante Cica juga.
“Memang ada bau kenanga,” ucap Tante Cica. “Tapi bukan bau Nenek. Melainkan bau Tante Cica. Nih, Tante ikut-ikutan kebiasaannya Nenek, menyeduh bunga kenanga untuk diminum.”
Tante menunjukkan sebuah cangkir berisi air dan bunga kenanga. Aroma kenanga memenuhi hidung Vini.
“Itu…diminum?” tanya Vini.
“Iya. Ini rahasia awet muda Nenek sejak bertahun-tahun lamanya,” jelas Tante Cica. “Vini lihat, kan, Nenek itu seperti tidak kenal lelah. Selalu bersemangat. Dan bau tubuhnya harum sewangi kenanga. Sejak Nenek meninggal, Tante merawat kebun Nenek dan kenanga-kenanga Nenek. Sebagian bunga kenanga itu biasanya dijual di pedagang kembang, tapi masih sisa banyak. Sudah dua bulan ini, Tante mencoba resep awet muda Nenek dengan minum air seduhan kenanga. Dan, itu berhasil, lho. Tante merasa selalu segar dan sehat. Nggak sering lemas seperti dulu. Gitu ceritanya, Vini….”
“Ooh…,” Vini manggut-manggut menerima penjelasan dari Tante Cica. Penjelasan itu masuk akal. Buktinya Tante memang sekarang wangi dan bersemangat, beda dengan yang dulu.
“Sudah jelas, kan? Pasti kamu tadi sudah mikir seperti di film horor, ya?” tanya Ibu. Pipi Vini memerah malu.
“Ya sudah, sana tidur lagi. Jangan lupa berdoa sebelum tidur, ya.”
Vini mengangguk berjalan kembali ke kamarnya. Masih terdengar di telinganya Ibu dan Tantenya tertawa berdua. Eits, samar terdengar suara tawa yang lain…lirih dan khas seperti suara tawa Nenek!
Join This Site Show Konversi KodeHide Konversi Kode Show EmoticonHide Emoticon