Menanti Sidang Isbat - Day 1 Fasting

Bicara mengenai puasa ramadhan, tentu tak bisa dipisahkan dengan sidang isbat. Sidang isbat adalah sidang penetapan dalil syar'i di hadapan hakim dalam suatu majelis untuk menetapkan suatu kebenaran atau peristiwa yang terjadi. Di Indonesia, secara populer, sidang Isbat sering dikaitkan dengan penetapan datangnya bulan Ramadhan, Idul Fitri atau Idul Adha.



Sidang isbat ramadhan, idul fitri dan idul adha dilaksanakan oleh pemerintah sejak 1950, dengan tujuan menetapkan hari pertama bulan ramadhan, syawal, dan tanggal 10 djulhijah. Pada awal penyelenggaraannya, sidang ini hanya sederhana dengan hanya didasarkan fatwa para ulama bahwa negara mempunyai hak untuk menentukan datangnya hari-hari tersebut. Mulai tahun 1972, Badan Hisab Rukyat mulai dibentuk di bawah kementerian agama. Di dalamnya terdapat para ahli, ulama dan ahli astronomi. Pada umumnya sidang isbat penentuan hari istimewa ini dilaksanakan satu hari menjelang hari H, dan umumnya di Indonesia, ditayangkan secara live di stasiun televisi pada malam hari.

Demikian juga saya sebagai abdi negara yang baik. Petang itu menunggu sidang isbat sambil masih memakai mukena yang saya pakai saat sholat maghrib. Niatnya sih, kalau jadi puasa besok, saya mau langsung ke masjid untuk traweh. Oh ya, sebelum lanjut, saya hendak menyampaikan cerita dulu bahwa ramadhan kali ini pastinya terasa akan sangat berkesan buat saya.

Kenapa? Karena saya menjalaninya jauh dari keluarga. Saya harus menyelesaikan utang kerjaan di suatu sudut yang sepi di Daerah Istimewa Yogyakarta, bernama Purwobinangun. Di tempat ini saya kos di sebuah keluarga nasrani. Nah, ini fakta unik satu lagi mengapa ramadhan saya pastinya berkesan. Sudah jauh dari anak dan misua, saya juga akan beribadah sendiri karena induk semang kos menganut keyakinan yang berbeda.

Untungnya beliau berdua suami istri adalah orang-orang yang baik. Sore pak kos sibuk membawa televisi ke tukang servis. Ya, sejak saya tinggal di rumah mereka, televisi memang tak pernah nyala, ternyata rusak. Saat maghrib, televisi sudah menyala, dan kemudian bapak serta ibu kos menemani saya menonton tayangan sidang isbat.

Setelah Menteri Agama positif menyatakan bahwa puasa akan dimulai besok, Bu Rini, ibu kos saya langsung bertanya apakah saya mau ke masjid? Tapi rupanya saya yang terserang malas (hedeh) dan juga terserang lapar. Saya memutuskan untuk makan malam saja dulu, dan kemudian sholat traweh secara munfarid, di rumah.


Saat awal masuk kos, saya memang sengaja sekalian minta makan di dalam. Soalnya bu Rini ini juga buka warung di depan rumahnya. Kalau saya mikirnya dari segi kepraktisan saja. Lha lingkungan tempat tinggal saya itu jauh dari mana-mana. Susah kalau saya memilih makan di luar. Demikian juga akhirnya dengan urusan makan di bulan ramadhan ini. Bu Rini yang mengurus segalanya untuk saya. Dan di sahur pertama, beliaulah yang mengetuk pintu kamar saya untuk membangunkan saya agar segera santap sahur.

"Mbak Indah...sahur dulu."

"Baik, Bu ... Makasih...."

Inikah toleransi antar umat beragama? Ya, mungkin juga. Mari membaca pengalaman saya, hingga tiga puluh hari ke depan (kalau bisa istiqomah nulis lo yaa).

Selamat Datang Ramadhan

Catatan:
Keterangan mengenai sidang isbat, diambil dari wikipedia.
Semua gambar pendukung, diambil dari google
Suka artikel ini ?

Tentang Kami

Admin Blog

Join This Site Show Konversi KodeHide Konversi Kode Show EmoticonHide Emoticon

Silakan berkomentar dengan sopan